«

Film: Yang Ketu7uh (2014)

»

Film ini mengikuti keseharian para tokoh jauh-jauh hari sebelum gelaran Pemilu.

Nita, 60 tahun, harus menghidupi lima anaknya, setelah sang suami meninggal duniaKarena keterbatasan ketrampilan dan pendidikan, ia hanya bisa bekerja sebagai buruh cuci dan pembantu rumah tangga di Tangerang, Banten. Ada dua prioritas dalam hidupnya: memenuhi kebutuhan sembako keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya.

Amin Jalalen, petani penggarap tanah milik negara, tinggal di Indramayu, Jawa Barat. Sudah beberapa tahun belakangan ini ia terpaksa memberanikan diri menggarap tanah milik negara untuk menyambung hidup. Tapi Amin tak menggarap lahan itu dengan cuma-cuma. Ia harus membayar sewa tanah. Suatu aturan yang terus ia pertanyakan, karena menurutnya sistem sewa tanah tak sesuai dengan Undang-undang Dasar yang mengamanatkan kekayaan alam harus sebesar-besarnya diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat.

Di Jakarta, Suparno dan Sutara bekerja serabutan sebagai buruh bangunan dan tukang ojek, Suparno dan Sutara tinggal di rumah berukuran 6,65 meter persegi. Sutara harus berbagi ruang dengan lima anak dan istri.

Keempat tokoh ini bertemu di ajang pemilu legislatif dan pemilu presiden. Mereka dipertemukan melalui kesamaan status sebagai pemilih. Mereka membawa harapan ke bilik suara. Mereka mempercayakan masa depan melalui hak pilih yang mereka miliki, dengan harapan anggota dewan dan presiden yang ketujuh yang dipilihnya bisa membawa perubahan.

Cerita keempat tokoh ini dibingkai oleh gambar perjalanan proses pemilu di Indonesia 2014, mulai dari kampanye partai menjelang pemilu legislatif, sampai hingar-bingar gelaran pemilu presiden yang akhirnya dimenangkan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.

Jenis Film Drama
Tanggal Rilis: 25 September 2014
Negara Indonesia
Produksi WatchdoC
Rating PG-13
Durasi 78 menit
Catatan Dikerjakan oleh 19 videografer.

Posters



Keyword: Amin Jalalen, Apri Dahliani Djamalus, Ari Trismana, Dandhy Dwi Laksono, Drama, Edi Purwanto, Indonesia, Nita, Suci Nuzleni Qadarsih, Suparno, Sutara,




Komentar