«

Film: Cahaya dari Timur: Beta Maluku (2014)

»

Awal tahun 2000, Sani Tawainela, mantan pemain Tim Nasional U-15 Indonesia di Piala Pelajar Asia tahun 1996 yang gagal menjadi pemain professional mengalami guncangan besar. Sani menyaksikan tertembaknya seorang anak dalam sebuah kontak senjata di Ambon. Sani yang kembali ke Tulehu, desa kelahirannya yang berjarak 25 kilometer dari kota Ambon dan menyambung hidup sebagai tukang ojek menyaksikan keterlibatan anak-anak dalam konflik agama di Maluku.

Sani lalu mengadakan latihan sepak bola untuk mengalihkan perhatian anak-anak atas konflik. Sani mengajak Hari Lestaluhu, mantan pemain sepak bola professional yang pulang kampung akibat cidera. Sani mengajak Hari untuk membentuk sebuah sekolah sepak bola sederhana berbekal pengetahuan mereka.

Di tengah situasi yang kacau dan dengan segala keterbatasan ekonomi, Sani bertahan melatih anak-anak selama bertahun-tahun. Di tahun 2006 kondisi Maluku mulai kondusif. Sekolah sepak bola yang dirintis Sani dan Hari masih berjalan. Anak-anak yang mereka latih tumbuh menjadi pemain-pemain sepak bola muda berbakat. Tapi, Sani dan Hari mengalami pecah kongsi, Hari mendaku bahwa sekolah sepak bola itu adalah miliknya dan keluarganya, Sani marah besar dan mengundurkan diri.

Dalam sebuah kompetisi antar kampung Tim Sani berhadapan dengan Tim Hari di babak final. Tim Hari berhasil keluar sebagai juara, namun Sani yang ditunjuk untuk melatih kesebelasan Maluku. Setelah melewati sekelumit persoalan, tim akhirnya bisa diberangkatkan mengikuti kompetisi nasional di Jakarta. Namun, keputusannya membaurkan anak-anak yang berbeda agama dalam satu tim justru menyebabkan perpecahan.


Keyword: Angga Dwimas Sasongko, Chico Jerrico, Drama, Glenn Fredly, Indonesia, M Irfan Ramli, Visinema Pictures, Jajang C Noer, Abdurrahman Arif, Ridho Slank,




Komentar